stop


Suara Semesta (Kabupaten Cirebon) - Direktur Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunungjati Kota Cirebon, dr. Katibi, MKM, memberikan klarifikasi terkait pemberitaan mengenai seorang pasien warga Desa Jagapura, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, yang tergigit ular berbisa dan menjalani perawatan di RSD Gunungjati.


Dalam keterangan resminya, dr. Katibi menyampaikan ucapan terima kasih atas kepercayaan masyarakat dari Desa Jagapura yang memilih RSD Gunungjati sebagai tempat pengobatan, meskipun harus menempuh jarak yang cukup jauh dari wilayah asal mereka.

"Berapa banyak puskesmas dan rumah sakit yang sebenarnya dilewati dari Desa Jagapura hingga ke RSD Gunungjati. Namun mereka tetap memilih datang ke sini. Ini menjadi kehormatan sekaligus tanggung jawab bagi kami dalam memberikan pelayanan terbaik," ujar dr. Katibi.

Pelayanan Tanpa Melihat Status Pembiayaan

dr. Katibi menjelaskan bahwa pasien datang ke IGD pada Kamis, 3 Juli 2025 pukul 15.14 WIB. Begitu tiba, pasien langsung mendapatkan penanganan darurat berupa suntikan serum antibisa ular tanpa mempertimbangkan apakah pasien memiliki jaminan pembiayaan atau tidak.

"Kami tidak menanyakan apakah pasien peserta BPJS atau tidak. Prioritas utama kami adalah menyelamatkan nyawa. Pasien langsung diberi dua vial serum antibisa di IGD, kemudian dilanjutkan dua vial lagi di ruang HCU (High Care Unit). Harga satu vial bisa mencapai lebih dari dua juta rupiah, tapi semua diberikan sesuai kebutuhan medis," jelasnya.

Prosedur Komunikasi dan Koordinasi Biaya

Setelah kondisi pasien membaik dan dinyatakan stabil, pasien dipindahkan ke ruang rawat inap biasa pada Minggu, 6 Juli 2025. Hari Senin, dokter penanggung jawab melakukan visit dan menyatakan pasien bisa pulang pada hari berikutnya.

Pada Selasa, pihak manajemen perawatan mulai melakukan komunikasi dengan keluarga pasien terkait pembiayaan. Namun, komunikasi sempat terkendala karena pihak yang menjaga pasien (ayah kandung) selalu merujuk kepada ibu pasien sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pembiayaan, sementara kedua orang tua pasien diketahui sudah berpisah sejak lama.

"Setiap ditanya mengenai biaya, jawabannya selalu sama: 'Tunggu ibunya.' Maka kami tekankan bahwa di ruang rawat inap, biaya akan terus berjalan sesuai layanan yang diberikan," terang dr. Katibi.

Akhirnya, pada hari Rabu, pihak keluarga mengajukan surat permohonan berhenti sebagai pasien rawat inap. Permohonan tersebut disetujui karena memang kondisi pasien sudah dinyatakan boleh pulang. Setelah dinyatakan keluar dari status rawat inap, pasien tidak lagi mendapat fasilitas makan dan minum, sesuai kesepakatan dengan keluarga.

"Sebelumnya keluarga juga menyampaikan akan menanggung kebutuhan makan dan minum secara mandiri," tambahnya.

Tidak Ada Penahanan Pasien

dr. Katibi menegaskan bahwa RSD Gunungjati tidak pernah menerapkan metode penahanan pasien yang belum bisa melunasi biaya. Pihak rumah sakit justru mengedepankan pendekatan komunikatif dan partisipatif, di mana segala sesuatu dibicarakan dan disepakati bersama.

"Kami tidak pernah melakukan penahanan. Yang kami lakukan adalah pendekatan persuasif, berkomunikasi, dan mencari solusi bersama. Prioritas utama kami tetap pelayanan medis yang maksimal, sesuai kebutuhan pasien," tegasnya.

dr. Katibi juga membantah adanya pembiaran terhadap pasien. Menurutnya, saat itu pasien sedang menunggu proses administrasi keluar dari IGD dan bukan sedang dalam perawatan aktif.

"Inilah poin-poin klarifikasi dari kami, semoga dapat menjadi pemahaman bersama. Terima kasih atas perhatian dan dukungan semua pihak dalam upaya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan bersama," pungkas dr. Katibi.

(Ramadhan).
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments: